Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan
sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. () Di malam itu diturunkan
setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” (QS. Ad-Dukkhan: 3 – 4).
Diriwayatkan dari Ikrimah – rahimahullah – bahwa yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban. Ikrimah mengatakan:
أن هذه الليلة هي ليلة النصف من شعبان ، يبرم فيها أمر السنة
Sesungguhnya malam tersebut adalah malam nisfu syaban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun. (Tafsir Al-Qurtubi, 16/126).
Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam yang disebutkan pada ayat di atas adalah lailatul qadar dan bukan nisfu syaban. Sebagaimana keterangan Ibnu Katsir, setelah menyebutkan ayat di atas, beliau mengatakan:
يقول تعالى مخبراً عن القرآن العظيم أنه أنزله في ليلة
مباركة ، وهي ليلة القدر كما قال عز وجل :{ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةِ الْقَدْر} وكان ذلك في شهر رمضان، كما قال: تعالى: { شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ }
Allah berfirman menceritakan tentang Al-Quran bahwa Dia menurunkan kitab itu pada malam yang berkah, yaitu lailatul qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di lailatul qadar.” Dan itu terjadi di bulan ramadhan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan ramadhan, yang mana di bulan ini diturunkan Al-Quran.” (Tafsir Ibn Katsir, 7/245).
Selanjutnya Ibnu Katsir menegaskan lebih jauh:
ومن قال : إنها ليلة النصف من شعبان -كما روي عن عكرمة-فقد أبعد النَّجْعَة فإن نص القرآن أنها في رمضان
Karena itu, siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam pada ayat di
atas adalah malam nisfu syaban – sebagaimana riwayat dari Ikrimah – maka
itu pendapat yang terlalu jauh, karena nash Al-Quran dengan tegas bahwa
malam itu terjadi di bulan ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir, 7/246).
Dengan demikian, pendapat yang kuat tentang malam yang berkah, yang
disebutkan pada surat Ad-Dukhan di atas adalah lailatul qadar di bulan
ramadhan dan bukan malam nisfu Syaban. Karena itu, ayat dalam surat
Ad-Dukhan di atas, tidak bisa dijadikan dalil untuk menunjukkan
keutamaan malam nisfu Syaban.
Hadis seputar nisfu syaban
Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan nisfu syaban. Ada yang shahih, ada yang dhaif, bahkan ada yang palsu.
Berikut beberapa hadis tentang nisfu syaban yang tenar di masyarakat;
Pertama,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا
لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا
لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ
مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ
مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ
الْفَجْرُ
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia
saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman, ‘Adakah
orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang
yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya.
Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah
berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421;
HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)
Keterangan:
Hadits di atas diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim
bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari
Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam).
Hadits dengan redaksi di atas adalah hadits maudhu’ (palsu),
karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib
(tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib.
Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah,
“Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132]
Kedua,
Riwayat dari A’isyah, bahwa beliau menuturkan:
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع
رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت
يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل
ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya
hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
Allah turun ke langit dunia pada malam nisfu syaban, kemudian Dia
mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin
Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah.
At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan
hadis ini.” Lebih lanjut, imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak
mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni tentang hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556).
Akan tetapi hadis ini dishahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Akan tetapi hadis ini dishahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Ketiga,
Hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka
Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang
bermusuhan.”
Keterangan:
Hadis ini memiliki banyak jalur, diriwayatkan dari beberapa sahabat,
diantaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abu
Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhum. Hadis dishahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah Ahadits Shahihah,
no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai hadis shahih, karena
memiliki banyak jalur dan satu sama saling menguatkan. Meskipun ada juga
ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan bahkan mereka menyimpulkan semua hadis yang menyebutkan tentang keutamaan nisfu syaban sebagai hadis dhaif.
Sikap ulama terkait nisfu syaban
Berangkat dari perselisihan mereka dalam menilai status keshahihan
hadis, para ulama berselisish pendapat tentang keutamaan malam nisfu Syaban. Setidaknya, ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut ini rinciannya:
Pendapat pertama: Tidak ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan
bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah
hadis lemah. Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh Abul Khithab
bin Dihyah, dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban, mengatakan, ‘Para
ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satu pun
hadis sahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban.”” (Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33)
Dalam nukilan yang lain, Ibnu Dihyah mengatakan:
لم يصح في ليلة نصف من شعبان شيء ولا نطق بالصلاة فيها ذو صدق من الرواة وما أحدثه إلا متلاعب بالشريعة المحمدية راغب في زي المجوسية
“Tidak ada satupun riwayat yang shahih tentang malam nisfu syaban,
dan para perowi yang jujur tidak menyampaikan adanya shalat khusus di
malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang
suka mempermainkan syariat Muhammad yang masih mencintai kebiasaan
orang majusi (baca: Syiah). (Asna Al-Mathalib, 1/84)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau
mengingkari adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan,
“Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban,
yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan
keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu,
sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At-Tahdzir min
Al-Bida’, hlm. 11)
Pendapat kedua: Ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Para ulama yang menilai shahih beberapa dalil tentang keutamaan nisfu syaban,
mereka mengimaninya dan menegaskan adanya keutamaan malam tersebut.
Diantara hadis pokok yang mereka jadikan landasan adalah hadis dari Abu
Musa Al-Asy’ari;
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka
Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang
bermusuhan.” (H.R. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Diantara jajaran ulama ahlus sunah yang memegang pendapat
ini adalah ahli hadis abad ini, Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani.
Bahkan beliau menganggap sikap sebagian orang yang menolak semua hadis
tentang malam nisfu syaban termasuk tindakan yang gegabah. Setelah
menyebutkan salah satu hadis tentang keutamaan malam nisfu syaban,
Syaikh Al-Albani mengatakan:
فما نقله الشيخ القاسمي رحمه الله تعالى في ” إصلاح
المساجد ” (ص 107) عن أهل التعديل والتجريح أنه ليس في فضل ليلة النصف من
شعبان حديث صحيح، فليس مما ينبغي الاعتماد عليه، ولئن كان أحد منهم أطلق
مثل هذا القول فإنما أوتي من قبل التسرع وعدم وسع الجهد لتتبع الطرق على
هذا النحو الذي بين يديك. والله تعالى هو الموفق
Keterangan yang dinukil oleh Syekh Al-Qosimi -rahimahullah- dalam buku beliau; ‘Ishlah Al-Masajid’
dari beberapa ulama ahli hadis, bahwa tidak ada satupun hadis shahih
tentang keutamaan malam nisfu syaban, termasuk keterangan yang tidak
layak untuk dijadikan sandaran. Sementara, sikap sebagian ulama yang
menegaskan tidak ada keutamaan malam nisfu syaban secara mutlak,
sesungguhnya dilakukan karena terlalu terburu-buru dan tidak berusaha
mencurahkan kemampuan untuk meneliti semua jalur untuk riwayat ini,
sebagaimana yang ada di hadapan anda. Dan hanyalah Allah yang memberi
taufiq. (Silsilah Ahadits Shahihah, 3/139)
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syekhul Islam
mengatakan, “… Pendapat yang dipegang mayoritas ulama dan kebanyakan
ulama dalam Mazhab Hanbali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu
Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak
hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat
dari para shahabat dan tabi’in ….” (Majmu’ Fatawa, 23/123)
Ibnu Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban,
dahulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul,
Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya memuliakannya dan
bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 247)
Kesimpulan:
Dari keterangan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama, malam nishfu syaban termasuk malam
yang memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan hadis, sebagaimana yang
telah disebutkan. Meskipun sebagian ulama menyebut hadis ini hadis yang
dhaif, namun, insya Allah yang lebih kuat adalah penilaian Syekh
Al-Albani, yaitu bahwa hadis tersebut berstatus sahih.
Kedua, belum ditemukan satu pun riwayat
yang shahih, yang menganjurkan amalan khusus maupun ibadah tertentu
ketika nishfu Syaban, baik berupa puasa atau shalat. Hadis shahih
tentang malam nisfu syaban hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni
semua hamba-Nya di malam nishfu sya’ban, tanpa dikaitkan dengan amal
tertentu. Karena itu, praktek sebagian kaum muslimin yang melakukan
shalat khusus di malam itu dan dianggap sebagai shalat malam nisfu
syaban adalah anggapan yang tidak benar.
Ketiga, Ulama berselisih pendapat tentang
apakah dianjurkan menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan banyak
beribadah? Sebagian ulama menganjurkan, seperti sikap beberapa ulama
tabi’in yang bersungguh-sungguh dalam ibadah. Sebagian yang lain
menganggap bahwa mengkhususkan malam nishfu Sya’ban untuk beribadah
adalah bid’ah.
Keempat, Ulama yang memperbolehkan
memperbanyak amal di malam nishfu Sya’ban menegaskan bahwa tidak boleh
mengadakan acara khusus, atau ibadah tertentu, baik secara berjamaah
maupun sendiri-sendiri, di malam nisfu syaban, karena tidak ada amalan
sunah khusus di malam nishfu Sya’ban. Untuk itu, menurut pendapat ini,
seseorang diperbolehkan memperbanyak ibadah secara mutlak, apa pun
bentuk ibadah tersebut.
Allahu a’lam
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar