Terjemah al-Qawa’id al-Arba’ [Bagian 1]
Berikut
ini, serial terjemah risalah al-Qawa’id al-Arba’ (Empat Kaidah Dasar)
dengan beberapa tambahan keterangan penjelasan yang insya Allah akan
kami sajikan secara bertahap. Semoga Allah memberikan kemudahan kepada
kita.
al-Qawa’id al-Arba’
Empat Kaidah Dasar
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Aku memohon kepada Allah al-Karim, Rabb pemilik ‘Arsy yang agung,
semoga Allah menjadi wali (penolong) atasmu di dunia dan di akhirat. Dan
semoga Allah menjadikanmu diberkahi dimana pun kamu berada. Dan semoga
Allah menjadikanmu termasuk diantara orang yang apabila diberi [nikmat]
maka dia bersyukur. Apabila diberi cobaan, maka dia bersabar. Dan
apabila berbuat dosa, maka dia pun beristighfar. Sesungguhnya ketiga hal
ini merupakan tanda kebahagiaan yang sejati.
[lihat Mu'allafat asy-Syaikh al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 199]
Penjelasan Global
Di dalam bagian awal mukadimah ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah memulai pembicaraannya dengan basmalah dan doa kepada Allah
untuk kebaikan orang yang membaca dan mendengarkan risalahnya.
Faidah Yang Bisa Dipetik
Memulai dengan basmalah adalah kebiasaan para ulama di dalam
kitab-kitab mereka. Hal itu dalam rangka meneladani Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam surat-surat dakwah yang beliau
kirimkan. Sebagaimana halnya, al-Qur’an juga diawali dengan basmalah.
Mengawali pembicaraan dengan doa juga merupakan salah satu bentuk
keindahan metode penyampaian dakwah. Di dalamnya tercermin besarnya
kasih sayang dan kehendak baik seorang da’i kepada orang yang
didakwahinya.
Keberkahan
Beliau mendoakan agar kita
menjadi orang yang diberkahi dimana pun kita berada. Hakikat keberkahan
adalah kebaikan yang melimpah dan menetap pada diri seseorang atau
sesuatu. Keberkahan ditetapkan berdasarkan dalil. Seperti keberkahan
yang ada pada al-Qur’an, pada air zam-zam, atau tubuh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Seorang muslim yang diberkahi adalah yang
mendatangkan kebaikan dimana saja dia berada. Baik dengan ucapan maupun
perbuatannya. Dalam hadits disebutkan bahwa perumpamaan seorang mukmin
adalah seperti pohon kurma, segala yang bersumber darinya bermanfaat
bagi manusia.
Tiga Kunci Kebahagiaan
Di dalam
mukadimah ini, beliau menyebutkan tiga buah kunci atau pertanda
kebahagiaan, yaitu: bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika
tertimpa cobaan (musibah), dan beristighfar apabila terjerumus dalam
maksiat.
Tanda Pertama: Syukur
Hakikat syukur adalah
ekspresi dan tanggapan atas nikmat yang diberikan Allah kepada seorang
hamba. Ia terdiri dari tiga bagian; pengakuan di dalam hati bahwa segala
nikmat berasal dari Allah, memuji Allah dengan lisan, dan menggunakan
nikmat hanya untuk ketaatan kepada-Nya.
Seorang hamba yang
bersyukur menyadari bahwa apa yang dimilikinya berupa kebaikan apa pun
bentuknya adalah pemberian dari Allah. Oleh sebab itu dia pun berusaha
memanfaatkan nikmat itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah nikmat yang kebanyakan
orang tertipu dan merugi karena keduanya, yaitu kesehatan dan waktu
luang.” (HR. Bukhari)
Apabila seorang hamba bersyukur maka
Allah akan menambahka nikmat kepadanya. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Apabila kalian bersyukur pasti Aku akan tambahkan nikmat-Ku
kepada kalian. Akan tetapi jika kalian kufur/ingkar, maka sesungguhnya
azab-Ku sangatlah keras.” (QS. Ibrahim: 7)
Tanda Kedua: Sabar
Sabar menurut para ulama tidak hanya terbatas pada saat tertimpa
musibah. Sebab sabar itu ada tiga macam; sabar ketika menjalankan
ketaatan, sabar ketika menjauhi maksiat, dan sabar ketika menghadapi
takdir yang terasa menyakitkan (musibah). Sabar jenis ketiga inilah yang
lebih populer dan dikenal di tengah masyarakat.
Sabar dalam
menghadapi musibah dilandasi oleh keimanan terhadap takdir. Sebab segala
sesuatu yang terjadi di alam dunia ini telah ditakdirkan oleh Allah.
Sementara Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana dan tidak pernah
menzalimi hamba-hamba-Nya. Banyak sekali hikmah yang tersimpan di balik
musibah, diantaranya adalah terhapusnya dosa-dosa dan menyadarkan umat
manusia agar mau bertaubat kepada Allah ta’ala.
Sabar adalah
salah satu kunci keberuntungan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada di dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam
kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 1-3)
Tanda Ketiga: Istighfar
Manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Dan sebaik-baik manusia yang
berdosa adalah yang terus bertaubat kepada Allah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam saja -manusia yang terbaik dan teladan umat manusia-
beristighfar kepada Allah setiap harinya sampai tujuh puluh atau bahkan
seratus kali. Hal itu menunjukkan betapa beliau sangat merendah dan
merasa penuh dengan kekurangan dalam mengabdi kepada Rabbnya.
Demikianlah keadaan seorang hamba, tatkala dia mengenal hak-hak dan
kemuliaan Rabbnya serta menyadari betapa banyak cacat dan kekurangan
yang ada pada amal-amalnya. Tidak sebagaimana keadaan manusia yang
sombong dengan kekuatan dan kemampuan dirinya. Menganggap dirinya telah
melakukan yang terbaik, namun sebenarnya amalnya itu sia-sia.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maukah aku kabarkan kepada
kalian orang-orang yang paling merugi amalnya, yaitu orang-orang yang
sia-sia usahanya di dalam kehidupan dunia, sementara mereka menyangka
bahwa dirinya telah berbuat kebaikan dengan sebaik-baiknya.” (QS.
Al-Kahfi: 103-104)
Memadukan Antara Ta’lim dengan Doa
Di dalam mukadimah ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
berusaha untuk mengajarkan kepada segenap para da’i tauhid untuk
menumbuhkan rasa kasih sayang kepada mad’u (objek dakwah). Salah satu
cara untuk mewujudkan hal itu adalah dengan mendoakan agar mereka
mendapatkan kebaikan.
Syaikh Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili
hafizhahullah menjelaskan, “Penulis -semoga Allah merahmatinya- memulai
risalahnya dengan doa ini untuk kebaikan pembaca dan orang yang
mempelajarinya. Hal ini termasuk bentuk nasihat dari Syaikh -semoga
Allah merahmatinya- tatkala beliau menggabungkan antara penjelasan
terhadap kebenaran dengan doa. Ini adalah salah satu bentuk keberkahan
buku-buku yang ditulis oleh Syaikh, bahwa siapa saja yang membacanya
insya Allah dia akan tercakup dalam doa yang penuh berkah dari sang Imam
Mujaddid ini yang diharapkan kebaikan baginya di sisi Allah ‘azza wa
jalla.” (lihat transkrip Syarh al-Qawa’id al-Arba’ milik beliau, hal.
12)
Ilmu dan Dakwah Dibangun Di Atas Kasih Sayang
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alusy Syaikh hafizhahullah berkata, “Sang
Imam dakwah -semoga Allah merahmatinya- sebagaimana kebiasaan beliau
dalam risalah-risalah yang beliau tulis; memulainya dengan doa untuk
orang yang membaca risalah tersebut atau kepada siapa yang menjadi
tujuan tulisan itu. Hal ini, sebagaimana sudah dimaklumi, di dalamnya
terkandung pelajaran bahwasanya landasan ilmu dan dakwah adalah rasa
kasih sayang. Kasih sayang dan saling mengasihi antara pengajar dengan
pelajar. Kasih sayang dan saling mengasihi antara da’i dengan mad’u.
Karena kasih sayang di dalamnya merupakan sebab terjalinnya hubungan
baik…” (lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ milik beliau, hal. 1)
Bersambung insya Allah.
-Ustadz Ari Wahyudi-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar